Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Koneksitas Arsitektur dengan Ligkungan

ARSITEKA | Produsen Maket Diorama

Jl. Melati 2 Blok A7/8 Bukit Cengkeh Berbunga Sukmajaya, Depok
08121-3301-464
Arsitektur Ramah Lingkungan.

Menurut Corsini (1997), konsep dasar dari menifestasi ide tentang arsitektur yang kembali ke alam adalah hakikat dari ekologi manusia atau ekologi sosial. Manusia sebagai penghuni bangunan dan kota adalah relasi dari lingkungan fisik alam dan lingkungan sosialnya. Merupakan arsitektur yang mempergunakan bahan alam secara konsekuen. Kebutuhan oksigen, makanan alami, air bersih, pengaturan suhu dan kelembaban seluruhnya disediakan dalam bangunan yang integral dengan alamnya. Suhu udara diatur oleh lebatnya tanaman dan jarak letak bangunan. Elemen bangunan yang rusak mudah diganti dengan bangunan sekitarnya. Arsitektur ramah lingkungan merupakan dunia yang alami dalam skala mikro. Bangunan, tanaman, udara, tanah, air, binatang, dan jasad renik serta manusia dijadikan satuan ekosistem yang erat dalam skala bangunan.

Manusia memiliki naluri untuk dapat selalu berkomunikasi bahkan bersaudara dengan sesamanya dalam satu kawasan sekitarnya. Sangat menarik adalah halaman pedesaan yang jarang memiliki pagar samping serta memiliki teras depan rumah yang lebar, dan adanya halaman bersama yang berfungsi sebagai ruang berkomunikasi sosial.

Dampak Arsitektur Terhadap LingkunganPemanasan Global.

Menurut Corsini (1997), dampak kenaikan suhu terhadap makhluk hidup dinilai akan mempengaruhi perubahan genetika biota renik ataupun kematian biota tertentu, meningkatnya gejala stres pada manusia meningkatkan kanker kulit dan perubahan sifat penyakit. Sedangkan dampak pada klimat diperkirakan akan merubah perilaku angin yang akan merubah musim, perilaku arus permukaan sehingga kemungkinan arus naik, perubahan tingkat kelembaban, terciptanya rumah kaca, peningkatan tembakan infra merah pada muka bumi, kekeringan atau kedinginan permanen dan yang paling menakutkan adalah kemungkinan bencana banjir Nuh II, karena mencairnya es di kedua kutub bumi serta perubahan hidrologi global dalam kulit bumi juga pemuaian air laut.

Perubahan suhu menaik bisa disebabkan oleh iklim mikro terutama di kota-kota, karena bertambahnya bangunan, asap gas dan alat kerja yang mengeluarkan energi panas serta jumlah panas akibat meningkatnya polusi manusia dalam bentuk pengeluaran panas nafas dan suhu tubuh.

Perubahan suhu global secara pelan-pelan akan merubah sifat alam, terutama pengaruh terhadap perilaku manusia. Manusia sudah mulai kegerahan dalam hidupnya dan mulai kesulitan mencari tempat istirahat dan bekerja. Energi panas tubuh yang dikeluarkan akan semakin meningkat karena panas udara yang meningkat pula. Kemudian manusia dapat merasa tertekan jiwanya karena kegerahan yang menerus akibat dari panasnya iklim yang menaik terutama di kota besar.

Arsitektur memberikan sumbangan besar dalam menaikkan iklim mikro terutam iklim kota dan kawasan industri. Panas yang dipancarkan oleh bangunan dan jalan beserta perlengkapan bangunan yang mempergunakan energi panas dan listrik (AC, lemari es, mesin pembangkit, kompor, setrika, dan lain-lain) juga pemantulan panas matahari yang dari dinding dan kaca serta pengerasan jalan.

Terlebih lagi pada saat ini penduduk kota kota besar lebih menyukai bahan bangunan yang putih atau terang dan licin sehingga menjadi pemantulan terbaik sinar dan panas. Dengan semakin luasnya hamparan material keras yang menutupi muka tanah, maka muka tanah kehilangan permukaannya untuk evaporasi (menguapkan lengas tanah).

Padahal uap air hasil evaporasi maupun transpirasi (penguapan air daun) berperanan dalam menurunkan suhu, karena uap air harus menyerap panas udara agar masa airnya menguap. Muka tanah terbuka maupun hamparan rumput dan rimbun daun adalah pemeran-pemeran pengendali suhu udara terutama di kota.

Banjir.

Menurut Khadiyanto (1997), arsitektur mempunyai peran dalam mengubah land cover dari jarak yang lunak (tanah asli) menjadi keras (bangunan, jalan aspal, dan perkerasan), dari yang bersifat rural menjadi bersifet urban. Konsekuensi logisnya sudah barang tentu akan terjadi perubahan tingkat serapan air ke dalam tanah. Air yang tadinya terserap ke dalam tanah akan mengalir di atas permukaan dan menimbulkan genangan di sisi-sisi bangunan. Debit atau volume air lariannya akan meningkat, kalau hal ini terakumulasi dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat akan menimbulkan masalah pada kapasitas saluran pembuangan air hujan yang ada. Apabila saluran tersebut tidak mampu menampung luapan air larian ini, terjadilah banjir genangan tersebut.
Tertutupnya daerah yang berfungsi sebagai kantong genangan air oleh bangunan, berpotensi memindah aliran air ke tempat yang lebih rendah lagi, atau sekedar melebar karena volume wadahnya berkurang. Disamping itu juga berpotensi untuk menghambat arus aliran, yang tadinya arus aliran air dapat leluasa mengalir sekarang harus berkelok-kelok mengikuti hambatan-hambatan (bangunan) yang ada. Akibatnya arus aliran menjadi lebih lambat dan lebih panjang, sehingga daerah tersebut menjadi rawan terhadap akumulasi genangan.

Tertutupnya daerah-daerah yang masih hijau atau daerah-daerah yang berada lebih tinggi oleh bangunan, akan mengubahnya menjadi daerah yang kedap air. Sudah tentu air yang seharusnya terserap berubah menjadi air limpasan yang dibuang jauh dari daerah tersebut. akibatnya akan menimbulkan peningkatan genangan air di daerah lain.