Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Arsitektur Nusantara adalah Arsitektur Ramah Lingkungan

ARSITEKA | Produsen Maket Diorama

Jl. Melati 2 Blok A7/8 Bukit Cengkeh Berbunga Sukmajaya, Depok
08121-3301-464
Arsitektur merupakan salah satu seni produk kebudayaan. Sementara Kebudayaan Nusantara berakar pada Kebudayaan Tradisionalnya, begitupun Arsitektur Tradisional juga merupakan akar dari Arsitektur Nusantara. Kita kenal bahwa arsitektur tradisional sangat beranekaragam di Indonesia, seiring dengan keanekaragaman suku bangsanya. Sulit rasanya memilih arsitektur tradisional mana yang bisa mewakili, karena riskan sekali rasanya bila memilih salah satu arsitektur tradisional sebagai wadahnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu wujud arsitektur tradisional dari suku bangsa tertentu pasti akan menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat suku bangsa tersebut. namun demikian, apakah suatu suku bangsa tertentu akan merasa bangga dengan arsitektur tradisional dari daerah lain? Kita ambil hematnya saja bahwa, biarlah suatu suku bangsa memakai arsitektur tradisionalnya, begitupun yang lainnya, asalkan ditempatkan dengan sesuai. Jadi, sebenarnya yang kita perlukan adalah jiwa berarsitektur dari masyarakat tradisional tersebut. Sehingga tidak perlu lagi kita menjiplak total pada arsitektur tradisional tertentu, yang perlu kita ejawantahkan adalah pesan-pesannya ataupun konsep dasarnya. Kemudian diinterpretasikan dengan kreatifitas baru pada latar belakang kehidupan sosio-budaya masyarakat yang terus ‘berkembang’ saat ini. Pada intinya arsitektur tradisional mempunyai konsep dasar kesemestaan yang universal, sehingga mampu mengiringi perjalanan hidup manusianya sepanjang jaman.

Pada haqiqatnya arsitektur adalah keterpaduan antara ruang sebagai wadah, dengan manusia sebagai isi yang menjiwai wadah itu sendiri. Dengan kata lain dalam arsitektur terdapat perwujudan ruang (meliputi fungsi, tata-susunan, dimensi, bahan, dan tampilan bentuk) yang sangat ditentukan oleh keselarasan kehidupan daya dan potensi dari manusia di seluruh aspek hidup dan kehidupannya (meliputi norma/tata-nilai, kegiatan, populasi, jatidiri,dan kebudayaannya).

Manusia sebagai makhluq yang diciptakan dengan sebaik-baik bentuk sekaligus sebagai makhluq sosial, dalam setiap kegiatannya senantiasa berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Adalah sesungguhnya bahwa manusia itu dalam bersosialisasi membutuhkan dan memiliki jangkauan interaksi pada tiga jalur arah. Pertama, berinteraksi dengan Sang Pencipta (sosio-spiritual/religius), meliputi kegiatan ibadah-spiritual maupun aplikasi amaliah dari norma dan tata-nilai yang telah ditetapkan-Nya pada dua jalur berikutnya. Kedua, berinteraksi dengan sesama manusia (sosio-kultural), baik antar pribadi dengan pribadi, pribadi dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok, berdasarkan norma dan tata-nilai sosio-spiritual/religius di atas. Ketiga dan terakhir, berinteraksi dengan alam semesta sebagai sesama makhluq ciptaan (sosio-natural/universal), yakni manusia sebagai khalifah/pembina sekaligus pengguna setiap unsur daya dan potensi alam agar berdaya-manfaat secara tepat-guna dan berkesinambungan sehingga tercipta hidup dan kehidupan yang makmur bersahaja. Ketiga jalur arah interaksi ini merupakan inti/dasar kegiatan manusia untuk bermasyarakat, yang seluruhnya harus diwadahi secara terpadu, setimbang, dan dinamis dalam ruang arsitektur.

Dapat disimpulkan dari semua paparan diatas bahwa manusia dalam berarsitektur merupakan wujud amaliah dari aturan yang ditetapkan-Nya dalam menjaga alam sebagai tempat hidupnya, dan menjaga hubungan dengan sesamanya sebagai teman hidupnya. Inilah wujud kesemestaan.

Dalam keadaannya saat ini, kelestarian alam sudah sangat terabaikan. Pemanasan global dan bencana banjir adalah wujud akibat yang ditimbulkan, dan arsitekturlah yang berperanan besar dalam mewujudkannya. Sehingga tema Arsitektur Ramah Lingkungan dengan konsep kesemestaan patutlah untuk diangkat.